Senin, 27 Oktober 2008

Cerita Usai Banjir Layana

Suara Gemuruh itu Ternyata Musibah

Layaknya orang main jailangkung, datang tak diundang, pulang tak diantar. Begitulah banjir bandang yang menyapu Kelurahan Layana Indah Jumat (25/10) kemarin. Tak banyak yang bisa diperbuat jika musibah itu datang tiba-tiba.


Seperti hari biasa, sore itu warga RT 10 dan RT 11 Kelurahan Layana Indah Palu Timur, tengah beristirahat. Tak ada tanda-tanda jika perkampungan yang dibangun Pemerintah Kota (Pemkot) Palu tahun 2003 silam itu, akan diterjang banjir bandang.
Sore itu, aktivitas sejumlah warga Layana berjalan normal. Ada yang sedang beristirahat di rumah, adapula yang sedang beraktifitas meski sedang diguyur hujan. Namun warga banyak yang memilih berdiam diri di rumah dari pada berhujan-hujan.
Sekitar pukul 15.00, tiba-tiba terdengar bunyi gemuruh dari arah Sungai Vintu yang berjarak 25 meter dari pemukiman penduduk. Warga mengira bunyi itu hanya efek dari hujan karena memang saat itu hujan sedang mengguyur dengan kencangnya. Mendengar suara itu, sebagian warga berlarian keluar rumah.
Gemuruh itu ternyata adalah musibah. Air bah tiba-tiba datang menghantam pemukiman penduduk. Tak ada yang bisa di selamatkan. ”Air datang dengan begitu cepatnya. Empat buah rumah rata dengan tanah, sedangkan puluhan lainnya terendam lumpur,” kata Burhan, Lurah Layana Sabtu,(26/10).
Betapa terkejutnya mereka, air yang bercampur lumpur dan pasir itu dengan cepatnya menerjang, merangsek ke rumah-rumah warga. ‘’Secara spontan warga berteriak minta pertolongan dan berteriak banjir..banjir,’’ cerita Salmiah (60), salah satu korban banjir yang rumahnya rata dengan tanah.
Seketika suasana berubah jadi panik. Orang-orang berhamburan keluar rumah guna selamatkan diri.
Sementara itu, Sriyani (37) ibu Ogi, bayi delapan bulan yang hilang, ketika banjir datang ia lagi berada dalam rumah bersama dua anaknya.
Mendengar teriakan warga itu, ia bergegas lari keluar rumah sambil menggendong dua anaknya yang masih kecil, Moh Ogi (8 bulan) dan Risma (10 tahun).
Namun nahas baginya, belum sempat ia melilitkan kain gendongan, tiba-tiba badannya terseret air sejauh 50 meter. Ogi, bayi laki-lakinya yang baru berumur delapan bulan, terlepas dari kain gendongan, dan hingga saat ini belum ditemukan.
Ditemui di posko penampungan pengungsi, Sriyani masih terbaring kaku diatas papan. Dia belum bisa bicara banyak. Ia masih trauma dengan kejadian itu. Kakinya masih bengkak, belum bisa digerakkan. Sedangkan beberapa bagian badan lainnya luka lecet. Sambil ditemani suamina Mohamad N. Is, Sriyani terlihat terguncang. Betapa tidak, bayi yang masih lucu-lucunya itu harus menjadi korban banjir bandang.***

(photo by:basri marzuki/beritapalu.org)

0 komentar:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More