Jumat, 13 Februari 2009

Antara Selingkuh Wanita, Harta dan Tahta

KASUS dugaan perselingkuhan pejabat seperti yang terjadi di Kabupaten Parigi Moutong, memang bukan yang pertama kali terjadi di Sulawesi Tengah. Di sejumlah kabupaten hal ini juga terjadi. Bahkan, di kabupaten baru seperti Tojo Unauna, pejabatnya pun ada yang mencoba-coba main api dengan berselingkuh.Fenomena apa ini? Bisa jadi hal itu dikarenakan sang pejabat kaget dengan kekuasaan yang diberikan kepadanya. Yang dulunya dia hanya bisa menghasilkan uang untuk makan sekeluarga, kini oknum itu sudah punya penghasilan lebih bahkan bisa disaving untuk keperluan ‘entertainment’.

Nah, kebutuhan ‘entertainment’ itulah yang akhirnya membuat sang pejabat mulai cenderung meninggalkan pekerjaan. Dengan dalih dinas luar kota, sang pejabat akhirnya meninggalkan tugasnya dan ternyata main perempuan. Bukan hal baru lagi. Banyak pejabat di tingkat provinsi dan kabupaten di Sulteng yang kepergok selingkuh di luar kota.
Jakarta menjadi tempat yang sangat aman untuk ‘entertainment’ para pejabat. Dan di kota metropolitan itulah, oknum pejabat-pejabat kita banyak menghabiskan uang untuk berfoya-foya di tempat hiburan malam. Dari minum miras berkelas, booking wanita impor hingga narkoba. Lantas mengapa selingkuh itu bisa terjadi di kalangan pejabat?
Logikanya, jika seorang pejabat/tokoh biasa berselingkuh (dalam urusan wanita), maka tak sulit baginya juga akan berselingkuh dalam persoalan lainnya seperti selingkuh jabatan. Selingkuh jabatan bisa berbentuk korupsi, baik korupsi harta negara, waktu maupun korupsi kewenangan. Bukahkah hal-hal semacam itu selama ini sudah sangat merugikan negara?
Ketika seseorang tak mampu mengendalikan kecenderungan untuk tidak berselingkuh terhadap wanita, maka di situ terlihat bahwa integritas keimanan, akhlaq berupa kejujuran dan kesetiaan sesungguhnya telah tergadai. Karena itu, tak mustahil ketika berhadapan dengan harta dan juga jabatan/kewenangan yang berarti tahta, orang yang bersangkutan bisa jadi tak akan jauh berbeda. Alhasil, selingkuh terhadap harta dan tahta pun akan mengikuti selingkuh terhadap wanita.
Jika sudah demikian, tak hanya anak-anak yang lahir dari pernikahan yang bersangkutan yang dibuat menderita, tapi juga anak-anak yang lahir dari korban perselingkuhan juga tak akan kalah pedih nasib hidupnya. Dan lebih luas lagi jutaan anak-anak Indonesia pun bisa jadi turut menelan kepahitan yang sama.
Mereka tak bisa mengenyam pendidikan murah apalagi gratis, kesehatan tak lagi masuk daftar pembahasan, tak sedikit yang masih harus makan nasi aking, semua itu adalah korban perselingkuhan harta rakyat yang tak sedikit dilakukan para pejabat negeri ini.
Kasus dugaan perselingkuhan yang terjadi di Parigi Moutong hanya salah satu contoh yang bisa diungkap ke publik. Banyak kasus-kasus serupa yang dilakukan oleh oknum pejabat dari provinsi hingga kabupaten yang tidak terendus media. Yahh, tak mungkin ada maling yang mau mengaku…Wallahu A`lam Bissawab..

0 komentar:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More